PELAKSANAAN
OTONOMI DAERAH
DI
INDONESIA
DI SUSUN OLEH :
1.
Nofi
Arif Kholili (7101412133)
2.
Deni
Fajar Fatihci (7101412363)
3.
Siska
Nur aini (7101412410)
4.
Pawit
Kurniasih (7311412067)
5.
Dwi
Wahyuningsih (7311412091)
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan nikmat kepada penulis berupa nikmat kesehatan dan kesempatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul”Pelaksanaan Otonomi
Daerah di Indonesia”ini.
Otonomi daerah secara umum
diartikan sebagai pemberian kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Makalah ini menguraikan
tentang pelaksanaan otonomi daerah pada masa orde baru dan juga pada masa
reformasi. Selain itu, dijelaskan juga masalah-masalah yang timbul dalam
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Di
dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat
banyak kekurangan,oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Harapan kami setelah pembaca
,membaca makalah ini maka akan timbul kesadaran dari dalam diri pembaca untuk
ikut andil dalam pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan bidang keahliannya
masing-masing.
Semarang,
4 Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul........................................................................................................... i
Kata
Pengantar ......................................................................................................... ii
Daftar
Isi ................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar
Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ................................................................................... 2
C. Manfaat
dan Tujuan Penulisan ...................................................... ........ 2
BAB
II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A.OTONOMI DAERAH.............................................................................. 3
A.1. Pengertian Otonomi Daerah ............................................................. 3
A.2.
Pelaksanaan Otonomi Daerah........................................................... 3
A.2.1
Pendahuluan............................................................................ 3
A.2.2 Konsepsi Pelaksanaan Otonomi
Daerah.................................. 4
A.2.3 Tantangan
dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah..................... 4
B. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI MASA ORDE BARU 5
C.PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI ERA REFORMASI 6
D.MASALAH
YANG TIMBUL SELAMA PELAKSANAAN
OTONOMI DAERAH.................................................................................. 9
D.1 Permasalahan Dan Dampak Otonomi Daerah...................................... 9
D.2 Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Daerah............................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 12
A. Kesimpulan
............................................................................................. 12
B. Saran
....................................................................................................... 12
C. Daftar
Pustaka ........................................................................................ 14
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Otonomi daerah di Indonesia lahir di tengah gejolak
sosial yang sangat massif pada tahun 1999. Gejolak sosial tersebut didahului
oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia di sekitar tahun 1997. Gejolak
sosial yang melanda Negara Indonesia di sekitar tahun 1997 kemudian melahirkan
gejolak politik yang puncaknya ditandai dengan berakhirnya pemerintahan orde
baru yang telah berkuasa selama kurang lebih 32 tahun di Indonesia.
Setelah runtuhnya pemerintahan orde baru pada tahun
1998, mencuat sejumlah permasalahan terkait dengan sistem ketatanegaraan
dan tuntutan daerah-daerah yang selama ini telah memberikan kontribusi yang
besar dengan kekayaan alam yang dimilikinya. Wacana otonomi daerah kemudian
bergulir sebagai konsepsi alternatif untuk menjawab permasalahan sosial dan
ketatanegaraan Indonesia yang dianggap telah usang dan perlu diganti. Inilah
yang menjadi latar belakang otonomi
daerah di Indonesia.
Di balik itu semua ternyata ada
banyak faktor yang menjadi latar belakang otonomi daerah di Indonesia.
Latar belakang otonomi daerah tersebut dapat dilihat secara internal dan
eksternal.
Latar belakang otonomi daerah
secara internal, timbul sebagai tuntutan atas buruknya pelaksanaan mesin
pemerintahan yang dilaksanakan secara sentralistik. Terdapat kesenjangan dan
ketimpangan yang cukup besar antara pembangunan yang terjadi di daerah dengan
pembangunan yang dilaksanakan di kota-kota besar, khususnya Ibukota Jakarta.
Kesenjangan ini pada gilirannya meningkatkan arus urbanisasi yang di kemudian
hari justru telah melahirkan sejumlah masalah termasuk tingginya angka
kriminalitas dan sulitnya penataan kota di daerah Ibukota.
Selain latar
belakang otonomi daerah secara internal sebagaimana dimaksud
diatas, ternyata juga terdapat faktor eksternal yang menjadi latar belakang otonomi
daerah di Indonesia. Faktor eksternal yang menjadi salah satu pemicu lahirnya
otonomi daerah di Indonesia adalah adanya keinginan modal asing untuk
memassifkan investasinya di Indonesia. Dorongan internasional mungkin tidak
langsung mengarah kepada dukungan terhadap pelaksanaan otonomi daerah, tetapi
modal internasional sangat berkepentingan untuk melakukan efisiensi dan biaya
investasi yang tinggi sebagai akibat dari korupsi dan rantai birokrasi yang
panjang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan otonomi daerah ?
2. Bagaimanakah
pelaksanaan otonomi daerah pada masa orde baru ?
3. Bagaimanakah
Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Reformasi ?
4. Masalah yang timbul selama
Pelaksanaan Otonomi Daerah ?
C.MANFAAT
DAN TUJUAN PENULISAN
Manfaat dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan otonomi daerah itu sendiri
2.
Mengetahui pelaksanaan otonomi daerah pada masa orde baru
3.
Mengetahui pelaksanaan otonomi daerah pada masa setelah reformasi
sehingga dapat membandingakan pelaksanaan otonomi daerah pada masa orde baru
4.
Mengetahui masalah yang timbul selama pelaksanaan otonomi daerah,
sehingga dapat dijadikan pembelajaran agar tidak terjadi permasalahan yang sama
di masa sekarang
BAB 11
PEMBAHASAN
A.OTONOMI DAERAH
A.1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi
daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua
nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.
Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan
bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang
bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang
melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di
antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
- Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas,
penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan
daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)dengan
beberapa dasar pertimbangan:
- Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
- Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
- Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
- Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
- Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
- Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
A.2.
Pelaksanaan Otonomi Daerah
A.2.1
Pendahuluan
Pelaksanaan
otonomi daerah di
Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari satu dasawarsa. Otonomi daerah
untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah
mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di
Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di
berbagai bidang.
A.2.2 Konsepsi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Secara
konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan
utama yang meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.
Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi
daerah diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui
partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan
administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah
adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber
kuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah.
Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia adalah terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai
indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat
di suatu daerah memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas
pembangunan di daerahnya masing-masing. Hal ini terutama disebabkan
karena dalam otonomi daerah terjadi peralihan kewenangan yang pada awalnya
diselenggarakan oleh pemerintah pusat kini menjadi urusan pemerintahan daerah
masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi
daerah, terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain :
faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh
anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya. Faktor keuangan
daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan
mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen
organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.
A.2.3 Tantangan
dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Gagasan
pelaksanaan otonomi daerah adalah gagasan yang luar biasa yang menjanjikan
berbagai kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Namun
dalam realitasnya gagasan tersebut berjalan tidak sesuai dengan apa yang
dibayangkan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada gilirannya harus
berhadapan dengan sejumlah tantangan yang berat untuk mewujudkan cita-citanya.
Tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut datang dari berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah tantangan di bidang hukum dan sosial
budaya.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai
segera setelah angin sejuk reformasi berhembus di Indonesia. Masih dalam
suasana euphoria reformasi dan dalam situasi dimana krisis ekonomi sedang
mencekik tingkat kesejahteraan rakyat, Negara Indonesia membuat suatu keputusan
pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Selanjutnya UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah
di Indonesia di Judicial Review dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Judicial review ini dilakukan setelah timbulnya berbagai
kritik dan tanggapan terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Judicial
review tersebut dilaksanakan dengan mendasarkannya pada logika hukum.
Pada gilirannya, pemerintahan daerah berhadapan dengan
keadaan dimana mereka harus memahami peraturan perundang-undangan hasil
judicial review. Tanpa adanya pemahaman yang baik dari aparatur, maka bisa
dipastikan pelaksanaan otonomi daerah di Kab/Kota di Indonesia menjadi
kehilangan maknanya. Hal ini merupakan persoalan hukum yang sering terjadi
dimana peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan realitas hukum
masyarakat sehingga kehilangan nilai sosialnya dan tidak dapat dilaksanakan.
Wacana ini pernah ditulis oleh Hikmahanto Yuwono dan dimuat di harian
Kompas pada tahun 2002.
Pelaksanaan otonomi daerah telah mendorong lahirnya
banyak perubahan di Indonesia. Namun hal itu tidak berarti bahwa mereka yang
berperan siap dengan kondisi yang akan mereka hadapi. Diserahkannya kewenangan
untuk mengelola potensi daerah kepada pemerintah daerah tidak berarti bahwa
daerah bisa secara massif berupaya meningkatkan pendapatan daerah yang disisi
lain justru berpotensi mengurangi investasi dan memperlambat pertumbuhan
ekonomi masyarakat.
Demikian pula bahwa perencanaan pembangunan di daerah
mesti didasarkan pada analisa yang obyektif bukan sekedar ambisi kepala daerah
dan harus secara bijak memperhatikan kepentingan masyarakat kecil. Belakangan
ini kita sangat sering menyaksikan bagaimana para pedagang kecil yang harus
disejahterakan melalui pelaksanaan otonomi daerah justru menjadi korban
penggusuran.
B. Pelaksanaan
Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun
1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang
kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat
pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama
dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan
mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan
politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan
Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya
oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam
kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi
inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Selanjutnya
yang dimaksud dengan Daerah Otonom,
selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini
juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam
tiga prinsip:
- Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya
- Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
- Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I
(Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan
sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan
disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan
Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak,
wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban
memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau
apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya
di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak
seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran;
mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan;
mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan
penyelidikan), dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta
mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara
konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang
berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja
daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam
batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan
peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan
d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan
berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa
meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik,
namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari
pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan
Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun
1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah
pusat.
C.PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI ERA REFORMASI
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi
di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda
Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke
rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah
jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan
integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:
- melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
- pembentukan negara federal; atau
- membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie
memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal
yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang
sebelumnya antara lain :
- Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
- Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
- Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
- Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
- Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
- Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
- Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
- Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
- Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
- Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
- Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
- Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
- Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
- Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
D.MASALAH
YANG TIMBUL SELAMA PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH
D.1 PERMASALAHAN DAN DAMPAK OTONOMI DAERAH:
1. Kualitas Dan Kemampuan Pemerintah Daerah Yang Terbatas
Jauhnya daerah dari pusat
pemerintahan negara menjadikan ketimpangan kemampuan para personel di
Pemerintah Daerah bila dibandingkan dengan kemampuan serta kualitas personel
Pemerintah Daerah yang jaraknya lebih dekat dengan pusat pemerintahan. Kualitas
serta kemampuan yang terbatas menjadikan pelaksanaan otonomi daerah hanya
diimplementasikan separo - separo saja dan tidak maksimal.
2. Ketimpangan Sumber Daya Daerah
Tidak semua daerah di Indonesia
merupakan daerah kaya. Seperti contoh: Kabupaten Kudus memiliki tingkat
pendapatan daerah yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kabupaten
Purwodadi. Ketimpangan pendapatan daerah dan juga sumber daya ini menjadikan
sebuah daerah tampak lebih ungguk dan sejahtera bila dibandingkan dengan daerah
yang lain.
3. Birokrasi Kegiatan Lintas Kota Yang Tidak Praktis
Setelah diberlakukannya otonomi
daerah, tidak ada lagi batas hirarki yang jelas antara satu kota / daerah
dengan kota / daerah yang lain. Ini menyebabkan timbulnya birokrasi yang tidak
praktis bila suatu kegiatan dilakukan antar kota.
4. Pelimpahan Urusan Yang Tidak Disertai Dengan
Pelimpahan Pembiayaan
Pelaksanaan otonomi daerah
berarti Pemerintah Pusat melimpahkan urusan yang semula menjadi urusan dan
tanggung jawab pemerintah pusat menjadi urusan tanggung jawab Pemerintah
Daerah. Namun sayangnya pelimpahan urusan tersebut tidak disertai dengan
pelimpahan urusan pembiayaan sehingga terkadang hal ini menyulitkan Pemerintah
Daerah dalam menjalankan beberapa program dari pemerintah pusat
5. Perbedaan Kesiapan Pemerintah Daerah
Setiap Pemerintah Daerah
memiliki kesiapan yang beragam dalam melaksanakan otonomi daerah sehingga
pelaksanaan otonomi daerah ini tidak bisa dilaksanakan secara serentak. Ini
berhubungan dengan tingkat pendapatan asli daerah, kesiapan personel pemerintah
daerah, dll
6. Munculnya Beragam Aspirasi Masyarakat
Kekhawatiran terbesar yang
sering diungkapkan para pakar tentang implementasi otonomi daerah adalah
munculnya aspirasi dari masyarakat daerah yang berlebihan sehingga bisa
menyebabkan terjadinya disintegrasi antara kepentingan negara dengan
kepentingan daerah.
D.2 EVALUASI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Indonesia
adalah negara yang memiliki Pemerintahan yang terbagi menjadi Pusat dan Daerah.
Dalam Pemerintah Daerah terbagi lagi menjadi Pemerintah Daerah tingkat Propinsi
dan Pemda tingkat Kota/Kabubaten . Dalam hal pemerintahan ini terdapat
asas Desentralisasi . Desentralisasi adalah penyerahan wewenang kepada
pemerintah Daerah untuk mengurusi rumah tangganya sendiri sesuai aspirasi
rakyatnya. Indonesia mengenal Desentralisasi ini sejak lama . Desentralisasi
ini berlaku dalam aspek administratif pemerintah.
Dari
asas Desentralisasi maka hal ini tidak jauh dengan penerapan Otonomi Daerah.
Otonomi Daerah sebagai salah satu bentuk cara memerintah yang diterapkan
diberbagai wilayah di Indonesia yang diberikan Pemerintah Pusat ke Pemerintah
Daerah tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini ditujukan agar Pemerintah
di Daerah dapat mengambil keputusan dan mengelola berbagai kepentingan di
daerahnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan secara tepat tanpa melalui
alur proses yang lama dan berbelit untuk mengembangkan daerahnya sesuai potensi
dan kekhasannya masing-masing. Pemerintah Daerah memiliki kebebasan
mengelola tersebut selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan memiliki
Prinsip Asas,Luas,Nyata serta bertanggung jawab.Terdapat dua nilai dasar dalam
pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ini. Yang pertama yaitu asas
Unitaris
Pengelolaan
berbagai aspek oleh Pemerintah Daerah ini juga memerlukan pengawasan dari
berbagai pihak terutama dari masyarakat di daerah sendiri yang mengetahui
kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan. Karena kebebasan dalam
pengambilan keputusan rawan terjadi penyimpangan sehingga perlu adanya kontrol
untuk mencegah adanya penyimpangan tersebut. Karena wewenang ini adalah bagian
dari amanah yang diberikan rakyat dan negara untuk mengurusi wilayah.
Namun
dalam pelaksanaannya tentulah tidak bisa mencapai kesempurnaan. Artinya selama
ini terdapat penyimpangan dalam memanfaatkan kewenangannya. Dan di dalam kasus
ini penyimpangan yang terjadi adalah dalam hal pengelolaan Sumber Daya Alam.
Contohnya adalah pemberian Izin Investasi Kehutanan,Pertambangan,Perkebunan dan
Perikanan yang kerapkali diberikan terkait kepentingan kelompok tertentu di
Daerah dan ditambahkan pula bahwa penyimpangan ini marak terjadi ketika
menjelang Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada . Jelas hal ini tidak adil dan
harus dilakukan evaluasi karena SDA yang ada di daerah harus digunakan sebaik
mungkin untuk kemakmuran semua rakyat yang ada di daerah.
Oleh
karena adanya penyimpangan tersebut maka dilakukanlah evaluasi melalui berbagai
hal. Salah satunya adalah memberikan usul pada DPR RI yang dalam hal ini
sebagai pembuat kebijakan di tingkat Pusat yang saat ini sedang membahas
Rancangan Undang Undang tentang Pemda. Usulan yang disampaikan tersebut adalah
mencabut kewenangan pemberian Izin investasi Kehutanan, Pertambangan,Perkebunan
dan Perikanan di Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota. Kemudian wewenang
ini tidak hilang begitu saja,namun ditambahkan ke kewenangan Pemerintah
Propinsi,artinya ada pemindahan wewenang ke atas dari tingkat Kabupaten/Kota ke
tingkat Propinsi agar meminimalisir penyimpangan yang terjadi di daerah dan
pengontrolan oleh pemerintah menjadi lebih mudah dilakukan.
Terjadinya
penyimpangan dalam hal pengelolaan di daerah berarti juga terjadi pengkhianatan
atas amanah yang diberikan rakyat kepada pemerintah yang bersangkutan .
Sehingga bentuk penyimpangan semacam ini harus diwaspadai dan dihindari dengan
cara evaluasi dan pengawalan dari kita semua warga Indonesia. Karena memang
penerapan asas Desentralisasi di Indonesia dirasa belum efektif . Sehingga
sangat diperlukan penataaan ulang agar terjadi pola pemerintahan yang baik dan
sehat. Karena pembiaran atas penyimpangan yang terjadi terhadap penerapan
otonomi daerah ini akibatnya adalah kerugian rakyat dan pada kebijakan nasional
secara menyeluruh.
Pada
dasarnya penerapan Desentralisasi dan Otonomi daerah adalah sebuah cara yang
bagus dalam pengelolaan suatu wilayah Karena rakyat dan masyarakat setempat
memiliki kewenangan yang cukup luas dalam mengatur wilayahnya sesuai dengan
kepentingan dan dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki tiap daerah.
Namun
apabila didalamnya terjadi pelanggaran dan penyalahgunaan maka perlu dilakukan
penindakan terhadap oknum yang menyalahgunakan wewenang tersebut. Dan perlu juga
dilakukan evaluasi terhadap kinerja pemerintah yang melaksanakan otonomi daerah
ini. Jangan sampai dengan dilakukannya desentralisasi yang bertujuan baik ini
justru membawa daerahnya tidak kepada kemakmuran rakyatnya.
Ketidakefektifan
pola pemerintahan yang seperti ini menurut saya bukan pada sistemnya namun pada
pelaksanaannya yang tergantung dari orang-orang didalamnya apakah memiliki
integritas ataukah tidak melaksanakan amanah yang diberikan dengan baik.
Intinya dalam pelaksanaan otonomi daerah ini tetap harus penuh pengawalan dari
masyarakat agar masyarakat tetap mendapatkan manfaat dan tidak ada yang
dirugikan dalam pelaksanaannya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Otonomi
daerah secara umum diartikan sebagai pemberian kewenangan oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU No 22 Tahun 1999 sebagai
titik awal pelaksanaan otonomi daerah maka pemerintah pusat menyerahkan
sebagian kewenangan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mengambil
tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat
setempat.
Otonomi
daerah telah banyak membawa perubahan dalam kehidupan bangsa, misalnya segi
ekonomi maka pemerintah daerah dapat mengatur dan mengelola segala sumber daya
yang ada sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Selain itu,
otonomi daerah pula mempengaruhi di segi politik, birokrasi dan sosial budaya.
Seperti pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung, ini sangat berbeda
pada saat sebelum otonomi daerah diberlakukan. Tengok saja, dari bupati sampai
presiden kini dipilih langsung oleh rakyat. Otonomi memungkinkan daerah
mengatur rumah tangganya sendiri.
Akar dari belum berkinerja baiknya otonomi daerah terkait dengan evaluasi
publik atas kinerja pemerintah daerah. Evaluasi positif publik atas kinerja
otonomi daerah tergantung pada apakah kinerja pemerintah akan semakin baik,
atau sebaliknya. Bila tidak, maka sikap negatif publik pada otonomi daerah akan
menjadi semakin kuat, dan pada gilirannya akan semakin menjauhkan daerah dengan
pusat, kedaerahan dan keindonesiaan.
B.SARAN
Otonomi
daerah secara umum diartikan sebagai pemberian kewenangan oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU No 22 Tahun 1999 sebagai
titik awal pelaksanaan otonomi daerah maka pemerintah pusat menyerahkan
sebagian kewenangan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mengambil
tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat.
Otonomi
daerah telah banyak membawa perubahan dalam kehidupan bangsa, misalnya segi
ekonomi maka pemerintah daerah dapat mengatur dan mengelola segala sumber daya
yang ada sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Selain itu,
otonomi daerah pula mempengaruhi di segi politik, birokrasi dan sosial budaya.
Seperti pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung, ini sangat berbeda
pada saat sebelum otonomi daerah diberlakukan. Tengok saja, dari bupati sampai
presiden kini dipilih langsung oleh rakyat. Otonomi memungkinkan daerah
mengatur rumah tangganya sendiri.
Akar dari belum berkinerja baiknya otonomi daerah terkait dengan evaluasi
publik atas kinerja pemerintah daerah. Evaluasi positif publik atas kinerja
otonomi daerah tergantung pada apakah kinerja pemerintah akan semakin baik,
atau sebaliknya. Bila tidak, maka sikap negatif publik pada otonomi daerah akan
menjadi semakin kuat, dan pada gilirannya akan semakin menjauhkan daerah dengan
pusat, kedaerahan dan keindonesiaan.
C.DAFTAR PUSTAKA
Otonomi Daerah.2013”Latar Belakang Otonomi Daerah” http://otonomidaerah.com/latar-belakang-otonomi-daerah.html diakses
pada tanggal 5 Juni 2013
Otonomi Daerah.2013.”Pelaksanaan Otonomi
Daerah” http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah.html
diakses pada tanggal 26 Me 2013
Otonomi daerah di Indoesia.2013.”Otonomi
daerah di Indonesia” http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia
diakses pada tanggal 26 Mei 2013
Setyawan Salam Darma.DR.Ir. 2007. Otonomi
Daerah. Penerbit Jembatan Jakarta
Syafirin Pipin. Dedah Jubaedah. 2006. Pemerintahan
Daerah Di Indonesia. Pustaka Setia Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar