Nama : Dwi Wahyuningsih
NIM : 7311412091
Prodi : Manajemen B 2012
|
SUKANTO TANOTO
Terlahir
dengan nama Tan Kang Hoo, Sukanto merupakan seorang pengusaha atau konglomerat tekaya asal Indonesia versi majalah Forbes pada
tahun 2006. Lahir di Belawan, Sumatera Utara 25 Desember 1949, Sukanto muda
mengenyam pendidikan SD di Belawan (1960) sebelum melanjutkan ke jenjang SMP di
Medan pada tahun 1963. Masa muda Sukanto diisi dengan membaca buku, bahkan di
usia 12 tahun, Sukanto Tanoto sudah membaca buku tentang revolusi Amerika dan
Perang Dunia. Disisi lain, Sukanto kecil juga merupakan anak yang lumayan
bandel. Dia pernah di pukul menggunakan rotan sewaktu asal menjawab pertanyaan
ibunya. Saat itu, Sukanto kecil pergi ke laut, sayang karena takut pada ibunya,
ia asal jawab saat di tanya ibunya pergi
dari mana. Langsung rotan meluncur deras ke tubuhnya tanpa ampun. “Saya paling
banyak makan rotan,” kenangnya tentang sosok sang ibu.
Sukanto
muda bercita-cita menjadi seorang dokter. Karena obsesinya tersebut, pada tahun 1973 – 1974 Sukanto masih senang memakai gelar dokter
untuk namanya (Dokter Sukanto). Namun, di usia 18 tahun, ayahnya mengalami
stroke yang membuat sulung dari tujuh bersaudara ini harus mengambil alih
tanggung jawab keluarga. Ia meneruskan usaha orangtuanya berjualan minyak,
bensin, dan peralatan mobil. Pekerjaan yang sudah menjadi bagian kesehariannya,
karena dulu ia sering membantu orangtuanya sambil membaca buku. Dari situlah
Sukanto belajar ketrampilan bisnis untuk pertama kalinya, mulai dari menerima kenyataan, tidak menyerah dalam keadaaan
apapun, serta mencari solusi.
Pindah
ke kota Medan, Sumatera Utara, Sukanto
mengubah usahanya menjadi general contractor dan supplier. Tidak selang lama, Sukanto mendapat tawaran
kerja sama pekerjaan kontraktor
oleh Sjam, seorang pejabat Pertamina
dari Aceh. Walaupun awalnya ia tidak tahu predikat sang pejabat, ia menerima tawaran
tersebut. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Sukanto membangun rumah, memasang AC, pipa, traktor
di Pangkalan Brandan, SUMUT dan membuat
lapangan di Prapat. Bahkan, pernah Sukanto mencari bahan bangunan sampai ke
Sumbawa dan Lampung.
Pandai
melihat peluang, itulah Sukanto muda. Saat impor kayu lapis dari Singapura
menghilang di pasaran, ia berinisiatif mendirikan
perusahaan kayu, CV Karya Pelita.“Negara kita kaya kayu, mengapa kita masih mengimpor
kayu lapis. Saya itu pioneer,” ujarnya.
Pada tahun 1973, ia mengubah nama perusahaan menjadi PT Raja Garuda Mas
(RGM), dengan ia menjadi direktur utama tahun tersebut. Kayu lapis merek
Polyplex itu diimpor ke berbagai negara pasaran bersama Eropa, Inggris, dan
Timur Tengah. Sukanto menggunakan st rategiyang belum pernah di lakukan oleh
orang lain, ketika belum ada orang yang membuka perkebunan swasta besar-besaran,
walaupun waktu itu sudah ada perkebunan
asing di Sumatera. Setelah itu, Sukanto
mencoba melebarkan sayapnya dengan membuat perusahaan di bidang
reforestation yang menghasilkan pulp, kertas, dan rayon, serta mampu memasok bibit unggul pohon pembuat pulp dalam
negeri. Perusahaan tersebut diberi nama PT Inti Indorayon Utama (IIU). Namun,
perusahaan tersebut pernah ditutup sementara karena dugaan pencemaran danau
Toba oleh limbah pulp.
Mencoba
belajar dari kesalahan dan tak mengulanginya lagi. Hal itulah yang ia tanamkan
di perusahaannya di Riau. Di situ ia membuka Hutan Tanaman Industri dan
mendirikan pabrik pulp yang konon terbesar di dunia. Walaupun mulai berdiri
tahun 1995, perusahaan baru beroperasi tahun 2001 dikarenakan adanya krisis.
Tidak hanya mencari profit, Sukanto juga mencoba menjalankan CSR dengan
membuat program community development
untuk penduduk setempat. Dalam hal ini, Sukanto bekerjasama dengan Lembaga
Swadaya Masyarakat. Kegiatan dari program community development, anatara lain:
penggemukan sapi, pembangunan jalan, dan pertanian. “Mimpi saya kalau saya
dapat seratus pengusaha Riau yang jadi milyader, saya senang,” imbuhnya.
Sukanto
tumbuh dewasa menyerupai peringai
ibunya, tegas dan keras. Tapi, sifat tersbut justru yang membawanya menjadi
salah satu pengusaha tersukses di Indonesia dengan memimpin sejumlah perusahaan
di bawah grup Raja Garuda Mas Internasional.yang berbasis di Singapura. Usaha utamanya adalah di sektor kertas dan
kelapa sawit, sehingga tidak heran jika ia kemudian di juluki sebagai Si Raja
Kertas dan Kelapa Sawit. Ia merupakan pengusaha yang berhasil berinvestasi di
lebih dari sepuluh Negara di dunia.
Usaha
lain Sukanto adalah Bank. Ketika United City Bank mengalami kesulitan keuangan
pada tahun 1986-1987, ia mengmbil alih mayoritas sahamnya dan bangkit dengan
nama baru “Unibank”. Di Medan, ia pun menambah bidang properti dengan membangun
Uni Plaza, kemudian Thamrin Plaza. Tidak hanya didalam negeri, ia mencoba
melebarkan sayap ke luar negeri, dengan ikut memilki perkebunan Kelapa sawit National
Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina, dan Electro Magnetic di Singapura, serta pabrik
kertas di Cina (yang kini sudah di jual untuk memperbesar PT Riau Pulp).
Sejak
tahun 1997, Sukanto memilih bermukim di Singapura bersama keluarga dan
mengambil alih kantor pusat di negeri itu. Obsesinya, ingin menjadi pengusaha
Indonesia yang mampu bersaing di arena global, minimal di Asia. Tujuan
utamanya adalah bagaimana kita bisa
memanfaatkan keunggulan kita untuk bersaing, paling tidak di Asia.
Kini,
selain bisnis, ia hendak menulis buku tentang bagaimana entrepreneurship menghadapi krisis. Sukanto hendak melakukan
penelitian bagaimana pengusaha di Eropa survive pada First World War, Second
World War, bagaimana pengusaha Amerika melewati krisis pada tahun 1930,
bagaimana pengusaha di Cina survive,
waktu perubahan rezim, dan ketika ketika
komunis masuk. Selain itu, Sukanto juga hendak mempelajari bagaimana pengusaha–pengusaha
melalui Latin America (Brasi) mengalami krisis. Pertanyaan terbesarnya adalah
“apa krisis itu memunculkan bibit-biibit entrepreneurship”.
Hingga
sekarang, Sukanto Tanoto masih hobi membaca buku, baik itu buku bisnis maupun
nonbisnis. Hampir tak ada waktu yang terbuang percuma di kehidupan Suaknto
Tanoto ini. Manfaatnya tentu untuk mengupdate informasi dan guna keperluan
bisnis serta kegiatan sosial sehari-harinya.
Satu
lagi fakta yang di peroleh dari Sukanto, ternyata dia menguasai dua bahasa
asing, Cina dan Inggris. Ia juga pernah mengikuti kursus di Insead, Paris, di
MIT, selain masih tetap menjadi peserta Lembaga Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen, Jakarta. Sampai sekarangpun, ia
terkadang mengambil cuti pendek untuk mengikuti kursus pendek. Terakhir,
pada tahun 2001, ia mengikuti Wharton Fellows Program, di Amerika selam enam
bulan untuk belajar dotcom.
“kalau di bisnis, kunci
sukses saya ; think, act, learn, baca, dengar, lihat. Kedua, kalau saya tidak
tahu, saya Tanya. Saya juga tidak merasa sungkan menceritakan kegagalan saya,” ceritanya
lagi.
Hingga
kini, PT Raya Garuda Mas telah mengantongi izin internasional dan bermarkas di
Singapura. Ia menggambarkan bahwa bisnis yang dijalankan harus berkaitan dengan
kehidupan, seperti pohon. Apa yang dibutuhkan pohon yakni berupa H2O dan CO2
yang output-nya adalah O2. Pengalaman masa kecil Sukanto Tanoto yang sangat
keras ternyata telah memberikan pelajaran yang sangat luar biasa dan
berpengaruh cukup serius kepada keberhasilannya memimpin beberapa perusahaan
miliknya. Kehidupan masa kecil yang diskriminatif terhadap ras yang mengalir di tubuhnya telah mampu
membuatnya bertahan untuk mendapatkan haknya. Perjalanan sebagai seorang
pebisnis pun tidak langsung berada di garis yang paling atas. Beliau memulai
semuanya dari karir yang rendah. Namun, secara dramatis, beliau mampu
bertahan dan bahkan mengmbil keuntungan
dari krisis yang terjadi di Indonesia.
Daftar
pustaka
http://kolom-biografi.blogspot.com.
Diunduh pada tanggal 27 November 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar